Copyright © Oelly Muhammad Ja'far | Published By Gooyaabi Templates | Powered By Blogger
Design by WebSuccessAgency | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com
Diberdayakan oleh Blogger.

.

.

©2016

HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN

Masalah nyanyian, baik dengan musik maupun tanpa alat musik,merupakan masalah yang diperdebatkan oleh para fuqaha kaummuslimin sejak zaman dulu. Mereka sepakat dalam beberapa haldan tidak sepakat dalam beberapa hal yang lain.
Mereka sepakat mengenai haramnya nyanyian yang mengandungkekejian, kefasikan, dan menyeret seseorang kepadakemaksiatan, karena pada hakikatnya nyanyian itu baik jikamemang mengandung ucapan-ucapan yang baik, dan jelek apabilaberisi ucapan yang jelek. Sedangkan setiap perkataan yangmenyimpang dari adab Islam adalah haram. Maka bagaimanamenurut kesimpulan Anda jika perkataan seperti itu diiringidengan nada dan irama yang memiliki pengaruh kuat? Merekajuga sepakat tentang diperbolehkannya nyanyian yang baikpada acara-acara gembira, seperti pada resepsi pernikahan,

saat menyambut kedatangan seseorang, dan pada hari-hariraya. Mengenai hal ini terdapat banyak hadits yang sahih danjelas.
Namun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai nyanyianselain itu (pada kesempatan-kesempatan lain). Diantaramereka ada yang memperbolehkan semua jenis nyanyian, baikdengan menggunakan alat musik maupun tidak, bahkandianggapnya mustahab. Sebagian lagi tidak memperbolehkannyanyian yang menggunakan musik tetapi memperbolehkannyabila tidak menggunakan musik. Ada pula yang melarangnya samasekali, bahkan menganggapnya haram (baik menggunakan musikatau tidak).
Dari berbagai pendapat tersebut, saya cenderung untukberpendapat bahwa nyanyian adalah halal, karena asal segalasesuatu adalah halal selama tidak ada nash sahih yangmengharamkannya. Kalaupun ada dalil-dalil yang mengharamkannyanyian, adakalanya dalil itu sharih (jelas) tetapi tidaksahih, atau sahih tetapi tidak sharih. Antara lain ialahkedua ayat yang dikemukakan dalam pertanyaan Anda.
Kita perhatikan ayat pertama:
“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakanperkataan yang tidak berguna …”
Ayat ini dijadikan dalil oleh sebagian sahabat dan tabi’inuntuk mengharamkan nyanyian.
Jawaban terbaik terhadap penafsiran mereka ialah sebagaimanayang dikemukakan Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla. Iaberkata: “Ayat tersebut tidak dapat dijadikan alasan dilihatdari beberapa segi:
Pertama: tidak ada hujah bagi seseorang selain Rasulullahsaw. Kedua: pendapat ini telah ditentang oleh sebagiansahabat dan tabi’in yang lain. Ketiga: nash ayat ini justrumembatalkan argumentasi mereka, karena didalamnyamenerangkan kualifikasi tertentu:
“‘Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakanperkataan yang tidak berguna untulc menyesatkan (manusia)dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalanAllah itu olok-olokan …”
Apabila perilaku seseorang seperti tersebut dalam ayat ini,maka ia dikualifikasikan kafir tanpa diperdebatkan lagi.Jika ada orang yang membeli Al Qur’an (mushaf) untukmenyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya bahanolok-olokan, maka jelas-jelas dia kafir. Perilaku sepertiinilah yang dicela oleh Allah. Tetapi Allah sama sekalitidak pernah mencela orang yang mempergunakan perkataan yangtidak berguna untuk hiburan dan menyenangkan hatinya – bukanuntuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Demikian jugaorang yang sengaja mengabaikan shalat karena sibuk membacaAl Qur’an atau membaca hadits, atau bercakap-cakap, ataumenyanyi (mendengarkan nyanyian), atau lainnya, maka orangtersebut termasuk durhaka dan melanggar perintah Allah. Lainhalnya jika semua itu tidak menjadikannya mengabaikankewajiban kepada Allah, yang demikian tidak apa-apa ialakukan.”
Adapun ayat kedua:
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidakbermanfaat, mereka berpaling daripadanya …”
Penggunaan ayat ini sebagai dalil untuk mengharamkannyanyian tidaklah tepat, karena makna zhahir “al laghwu”dalam ayat ini ialah perkataan tolol yang berupa caci makidan cercaan, dan sebagainya, seperti yang kita lihat dalamlanjutan ayat tersebut. Allah swt. berfirman:
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidakbermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata:“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu,kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul denganorang-orang jahil.” (A1 Qashash: 55)
Ayat ini mirip dengan firman-Nya mengenai sikap‘ibadurrahman (hamba-hamba yang dicintai Allah Yang MahaPengasih):
“… dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, merekamengucapkan kata-kata yang baik.” (Al Furqan: 63)
Andaikata kita terima kata “laghwu” dalam ayat tersebutmeliputi nyanyian, maka ayat itu hanya menyukai kitaberpaling dari mendengarkan dan memuji nyanyian, tidakmewajibkan berpaling darinya.
Kata “al laghwu” itu seperti kata al bathil, digunakan untuksesuatu yang tidak ada faedahnya, sedangkan mendengarkansesuatu yang tidak berfaedah tidaklah haram selama tidakmenyia-nyiakan hak atau melalaikan kewajiban.
Diriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa Rasulullah saw.memperbolehkan mendengarkan sesuatu. Maka ditanyakan kepadabeliau: “Apakah yang demikian itu pada hari kiamat akandidatangkan dalam kategori kebaikan atau keburukan?” Beliaumenjawab, “Tidak termasuk kebaikan dan tidak pula termasukkejelekan, karena ia seperti al laghwu, sedangkan Allahberfirman:
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yangtidak dimaksud (untuk bersumpah) …” (Al Ma’idah: 89)
Imam Al Ghazali berkata: “Apabila menyebut nama Allah Ta’alaterhadap sesuatu dengan jalan sumpah tanpa mengaitkan hatiyang sungguh-sungguh dan menyelisihinya karena tidak adafaedahnya itu tidak dihukum, maka bagaimana akan dikenakanhukuman pada nyanyian dan tarian?”
Saya katakan bahwa tidak semua nyanyian itu laghwu, karenahukumnya ditetapkan berdasarkan niat pelakunya. Oleh sebabitu, niat yang baik menjadikan sesuatu yang laghwu (tidakbermanfaat) sebagai qurbah (pendekatan diri pada Allah) danal mizah (gurauan) sebagai ketaatan. Dan niat yang burukmenggugurkan amalan yang secara zhahir ibadah tetapi secarabatin merupakan riya’. Dari Abu Hurairah r.a. bahwaRasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kamu, tetapi iameIihat hatimu.” (HR Muslim dan Ibnu Majah)
Baiklah saya kutipkan di sini perkataan yang disampaikanoleh Ibnu Hazm ketika beliau menyanggah pendapat orang-orangyang melarang nyanyian. Ibnu Hazm berkata: “Merekaberargumentasi dengan mengatakan: apakah nyanyian itutermasuk kebenaran, padahal tidak ada yang ketiga?1 AllahSWT berfirman:
“… maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan …” (Yunus, 32)

Leave a respond

Posting Komentar

.

.

Popular Posts

Popular Posts

Popular Posts